“Mana sih Pantainya?”
Sabtu pagi yang adem dan santai. Si anak gadis sekolahnya hanya Senin sampai Jumat, tapi rupanya Sabtu ini sudah bangun awal sekitar jam 4.30 pagi. Setelah subuh Rayya sudah minta sarapan sederhana cukup nasi putih dan telor dadar, karena semalam ngantuk berat jadi hanya makan malam sedikit. Hmmm.. udh sarapan semuanya nih, tinggal beres-beres sebentar lalu enaknya ngapain ya? Setelah berdiskusi dengan ayahnya, ada acara penting ga kami hari ini? Ternyata tidak ada agenda.
“Ray, mau ke Pantai ga? Kan Rayya belum pernah ke pantai dari lahir?” tanyaku
Matanya langsung berbinar “Hah?! Beneran bu? Ayooo!” langsung reflek menarik tangan ayahnya untuk ngumpulin mainan apa saja yang bisa dibawa ke pantai. Sambil mencuci piring dari dapur kuintip kehebohan mereka pake sudut mataku “ohh mau bawa bola, ember, saringan dan lainnya”. Ah, Its gonna be fun today!
“Berangkat jam 08.00 yaa? Biar pulang rumah ga kemaleman, ayah nanti kalo ngantuk ibu aja yang nyetir pulangnya” usulku
“Sipp!!” seru ayah.
Ngebut beres-beres dan menyiapkan segala macam karena kalau pergi-pergi begini pasti yang overthinking para ibu. Cek lagi barang-barang plus meninggalkan uang gaji mingguan karyawan dirumah akhirnya kami berangkat molor sedikit jam 08.20 start baru dari rumah.
Tetapi saat sudah perjalanan ke Jogjapun, kami masih belum tahu ke Pantai mana?
‘Kalo mau yang deket ya Pantai Depok saja, sekalian makan seafood enak” saat berhenti di lampu merah artos sambil mengecek Google Map.
“Hmm.. tapi kayaknya Rayya ke Pantai yang pasirnya putih deh untuk pengalaman pertama dia”
“Ya wis, kalo gitu ke Pantai Indrayanti. Tapi jauh lo ya kira-kira 2,5 jam baru sampai” ayahnya mewanti-wanti
“Oke deal!” jawabku
Dua setengah jam ternyata molor menjadi tiga jam karena akhir pekan setiap lampu merah pasti padat merayap ditambah kami berhenti dulu di SPBU Baledono untuk isi bensin dan beli cemilan. Si ayah share foto Rayya yang tertidur di Whatsapp Group Keluarga “Kami ke Pantai Indrayanti dulu ya, semoga sampai sana ga hujan”. Iya memang langit sudah mendung saat kami keluar dari rumah.
Langit mulai tampak cerah saat berhenti di lampu merah Monjali. Dan aku menggumam “Wah bakal agak siang ini sampai Indrayanti” Aku khawatir Rayya kehilangan mood karena kejauhan.
Dan benar saja, Rayya udah mulai tanya “kok lama banget sih, ga sampai-sampai Yah?”
“Makan dulu aja yuk sekarang, nanti sampai Pantai tinggal main jadi energinya full. Masih satu jam lagi kita baru sampai”
“Haaaa? Masih 1 jam lagi?” Rayya melotot
Sambil menyuapi Rayya, kami coba membahas kapan kita terakhir kali ke Pantai. Ternyata aku pernah ke Pantai waktu Rayya masih diperut, tapi ke pantai dekat pantai Depok. Kami lupa namanya…
Jalan mulai menanjak pertanda memasuki Gunung Kidul. Terlihat lumayan ramai, ada beberapa bus yang berjalan perlahan saat tanjakan berbelok.
“Ini kalau lewat Gunung Kidul, jalan terus bisa sampai kemana, Yah?” tanyaku. Harap maklum, ini ingatan memori geografi suka bingung. Jangan tanya juga mana arah dalam bahasa jawa yaitu lor, kidul, wetan, ngulon. Mikir dulu pasti.
“Wah, bisa ke Pacitan kita kalo terus ini” ayah berkata
“Wih, bagus dong. Kalau Rayya bisa enjoy main di pantai. Next liburan kita ke Pacitan, yuk!” Ide yang sebenarnya agak sotoy karena sebenernya aku takut gosong alias lebih suka tamasya ke gunung daripada pantai. Dampak dari iklan jaman dulu di televisi yang menyesatkan. Cantik itu (harus) putih dan berambut lurus.
Jalan mulai mengecil dan berkelok-kelok. Rayya terlihat gelisah “Mana sih pantainya???” hahaha. Momen dia marah-marah tapi lucu itu aku abadikan di video untuk kenang-kenangan atau sekedar stok video pendek, jaga-jaga kalau kepikiran bikin reels Instagram. Rencana ambisius seperti biasanya, realitanya kadang suka ragu mau diposting apa tidak. Mentok-mentoknya, posting status pakai mode close friends. Setelah menonton film Budi Pekerti kemarin, jadi semakin berpikir ulang kalo mau posting sesuatu.
Akhirnya, sampai juga di pantai Indrayanti. Udah lama banget ga ke pantai ini. Mungkin lebih dari 5 tahun. Lelah di mobilpun terbayar, karena pantainya masih bersih dan rapi. Parkir mobil pun tidak jauh dari bibir pantai. Kami sampai disana sekitar pukul 13.15 wib, panas matahari masih lumayan menyengat. Begitu masuk gapura indrayanti sudah ditawari ibu-ibu untuk sewa tikar. Beliau menawarkan untuk duduk dibawah karang besar sebelah kanan karena lebih adem.
Baru beberapa meter berjalan diatas pasir, ekspresi Rayya mulai aneh. “Duh, kakiku kenapa ini, kok kotor bu?”. Aku lupa, Rayya adalah anak yang baru berusia 1 tahun saat pandemi datang. Dan punya nenek yang sangat menjaga kebersihan. Yang sedikit-sedikit tissue basah. Oopss!
Iya, ada yang terlewat saat aku membesarkan Rayya yaitu skip melatih motorik halusnya dengan earthing dan bermain di pasir. 30 menit pertama riuh Rayya rewel ga mau kakinya nyentuh pasir. Bahkan minta digendong sama ayahnya.
Apalagi saat kita mulai mengajak Rayya nyentuh air laut. “Ga mau!” ujarnya heboh dan sedikit mau menangis.
“Ya udah main aja yuk di tikar, kan udah bawa tadi mainan-mainannya. Kita main pasir aja sambal duduk disini yuk!” aku coba mengalihkan Rayya
Tak lama kemudian Rayya ingin buang air kecil. “Mau pipis bu, tapi diantar ayah”
“Oke” kataku
Sambil menunggu mereka ke kamar kecil, aku mencoba berpikir gimana nih masak main ke pantai gini aja. Ga seru. Hiks.
10 menit kemudian, mereka kembali untuk duduk di tikar. Rayya melanjutkan bermain pasir.
“Ray, ayah mau cuci kaki ya di air pantai” pamit ayah
Sebentar Rayya melirik ayahnya dari kejauhan sambil bermain. Gelagat ayahnya dari kejauhan memang sengaja ingin memancing Rayya untuk ikutan main.
“Ibu, aku mau ke ayah” akhirnya ia kepincut.
“Oke pakai sendal jepitnya ya, ibu gandeng yuk” bujukku
“Gendong aja deh bu”
Kugendonglah Rayya sampai ke bibir pantai. Akhirnya pelan-pelan ia berani memasukkan kakinya di air sambil jalan pelan-pelan.
“Ray, yuk kumpulin kerang-kerang. Ibu ambilin saringan pasir dulu ya ditikar”
Kemudian kami bertiga menikmati karang-karang yang dipenuhi oleh rumput laut sambil mengumpulkan kerang. Indah sekali. Cahaya matahari yang terang memantul di air dan rumput laut. Hasil foto di handphone jadi lumayan bagus. Seingatku waktu pertama kali kami ke pantai indrayanti ini, belum banyak rumput lautnya.
Kami selesai bermain di air saat air laut mulai merangkak pasang dan menutupi karang-karang di bibir pantai. Tetap saja misi belum tercapai karena Rayya tetap minta digendong ayahnya saat mentas dari air. Sepertinya masih perlu ke pantai lagi dan mungkin akan mengajak sepupu-sepupunya supaya Rayya terpancing untuk berani berjalan di pasir dengan kaki telanjang.
Pengalaman kedua Rayya selain drama pasir hari itu adalah mandi di kamar mandi umum tanpa air hangat. Yaps! Mandi lengkap dengan keramas. Sudah kumulai dulu dengan mencuci kakinya terlebih, pelan-pelan baru naik ke badan bagian atas. Dan benar saja, teriaklah Rayya saat air dingin mengguyur kepalanya. “aaaaaaa… dinggiiiiin ibu”
Aku sedikit iba karena Rayya setengah menitikkan air mata. Satu lagi experience hidup Rayya, mandi air dingin.
“yuk makanya cepetan kita selesai mandi yuk, habis ini beli minum coklat anget didepan situ” ujarku
Masih menggigil saat kupakaikan minyak telon dan baju. Kualihkan pembicaraan kalau-kalau dia mau beli mainan yang dijual didekat parkir mobil. Rayya tampak sedang menikmati coklat hangat berdua dengan ayahnya, saat aku selesai mandi.
Setelah mandi kamipun memesan paket nasi ikan bakar dan goreng di restoran Indrayanti. Langit tampak mulai gelap, air lautpun sudah pasang sempurna.
Sekitar pukul 17.00 wib, kami pulang ke Magelang lewat jalur yang berbeda dari jalan kami berangkat. Saat adzan magrib tiba, kami menemukan sebuah masjid cukup keren desainnya di kanan jalan. Nama masjidnya adalah masjid Al-Ikhlas. Ternyata masjid ini masih satu area dengan Blarak Villa. Wah! Baru dengar nama villa itu, langsung searching di Instagram dan tentu saja follow akunnya.
“Besok lagi kalau mau ke pantai Indrayanti, kita nginep disini dulu Yah kayaknya asik” ideku
Kami bergiliran sholat karena Rayya sudah tertidur. Masjid yang tidak terlalu besar namun desainnya cukup membuatku berdecak. Arah kiblatnya juga tervalidasi. Wah! Seandainya tidak terlalu malam dan ramai, sepertinya aku ingin berbaring dan mengamati dalam-dalam lukisan yang ada di dinding atas masjid. Sepintas kulihat tadi menarik.
Hanya sekitar 20 menit kami berhenti disana. Karena malam minggu, banyak mobil yang singgah dan nampak anak-anak muda bercengkerama sebentar di anak tangga masjid.
Pukul 20.30 wib akhirnya kami sampai dirumah. Rayya terbangun lalu kami sebentar mengeringkan dan menata di atas kain kerang-kerang yang kami bawa dari pantai. Sesenang itu kami bertiga setelah dari pantai sambil memandangi warna warni kerang-kerang. Alhamdulillah.